Senin, 20 Juli 2009

J-POP dan J-ROCK…..Eksitensi Musik Jepang

Dalam percanturan industri musik dunia, genre musik dari Jepang bisa dibilang cukup kuat di Asia. Padahal kalau dirunut dari sejarah musikalnya, industri musik modern di Jepang terbilang baru eksis dan berkembang di era 80-an. Tapi pengaruhnya cepat menyebar. Nggak heran kalau sekarang kita bisa mendengar aliran musik yang diembel-embeli Jepang di depannya, seperti J [Japan] – Rock atau J [Japan]- Pop.

Memang, kalau menyimak fakta sejarah dan data-data yang tercecer di beberapa literature, musik modern yang masuk ke Jepang dibawa oleh orang-orang Amerika. Mereka –orang Amerika itu—awalnya memperkenalkan musik jazz. Kabarnya, jazzlah akar dari J-Pop yang kita kenal sekarang.

Akar dari J-Pop berawal dari musik Jazz yang populer pada awal era Showa. Awal Era Showa dimulai pada tahun 1926 oleh Kaisar Hirohito sampai dengan masa Perang Dunia II 1945. Musik Jazz memperkenalkan berbagai jenis alat musik yang sebelumnya hanya dipergunakan untuk musik klasik dan dalam militer, dalam berbagai bar dan klub seperti “Ongaku Kissa” yang merupakan salah satu tempat pertunjukkan Jazz yang terkenal.

Namun dalam masa Perang Dunia II, musik jazz sempat terhenti akibat tekanan dari tentara kerajaan Jepang. Setelah masa perang berakhir, Tentara Amerika Serikat memperkenalkan kepada Jepang jenis musik khas Amerika seperti boogie-woogie, mambo, blues dan country. Jenis-jenis musik tersebut dipertunjukkan oleh para musisi Jepang kepada pasukan tentara Amerika yang menempati markas AS di Jepang. Lagu seperti “Tokyo Boogie-Woogie” yang dinyanyikan oleh Sizuko Kasaoki (1948), “Tennesse Waltz” oleh Eri Chiemi (1951), “Omatsuri Mambo” oleh Misora Hibari dan “Omoide no Waltz” oleh Izumi Yukimura menjadi populer di Jepang.

Bahkan musisi luar seperti Jazz At The Philharmonic dan Louis Armstrong pernah mengunjungi Jepang untuk melakukan pertunjukkan. Tahun 1952 merupakan tahun dimana musik Jazz membooming. Namun, Jazz bukanlah jenis musik yang mudah dipelajari sehingga sebagian besar musisi amatir Jepang mempelajari musik country yang dianggap paling mudah dipelajari.

Demam Rock and Roll mulai melanda Jepang pada tahun 1956 oleh sebuah grup musik country, Kosaka Kazuya and Wagon Masters yang merilis album “Heartbreak Hotel”, yang aslinya dibawakan oleh sang raja Elvis Presley. Wabah rock and roll ini mencapai titik puncaknya pada tahun 1959 dengan munculnya sebuah film yang memfokuskan ada pertunjukan grup rock and roll Jepang. Turunnya pamor rock and roll di Amerika Serikat diikuti oleh Jepang seiring dengan banyaknya grup di Jepang yang tak lain hanya meniru Rock and Roll Amerika.

Oh ya, J-Pop yang kita kenal sekarang sebenarnya merupakan istilah umum yang mengandung banyak jenis (genre) musik Jepang seperti pop, rock, dance, rap dan soul. Di Jepang, istilah J-Pop digunakan untuk membedakan gaya musik modern dengan musik klasik Jepang yang disebut dengan Enka atau bentuk ballad dari Jepang tradisional. Sering juga kita mendengar istilah seperti J-Rock, Visual Kei dan J-Rap, namun semua istilah tersebut berada di dalam naungan J-Pop.

Istilah J-Pop sendiri sebenarnya tidak terlalu dikenal di khazanah musik di Jepang, sampai akhirnya istilah J-pop digaungkan oleh satu stasiun radio bernama “J-WAVE” untuk menunjukkan jenis musik yang berbeda dari musik rakyat. Disadari atau tidak, J-Pop sedikit banyak memang dipengaruhi oleh American-style yang menjadi pengaruh terkuat perkembangan musik di Jepang.

Contoh paling popular adalah penyanyi Jepang terkenal Utara Hikaru. Penyanyi cewek ini menjadi populer dengan gaya urban hip-hop dengan pengaruh Amerika yang kental. Gayanya berbeda di Jepang karena lebih mirip atau hampir sama dengan hip-hop Amerika. Itu pun disebabkan karena Utada Hikaru lahir dan besar di New York. Meski warna Jepang yang ditonjolkannya pun masih terasa kental.

Musik J-Pop merupakan bagian dari kebudayaan populer Jepang. Dan telah digunakan dimana-mana seperti anime, iklan, film, acara radio dan televisi, dan video game. Bahkan beberapa acara berita di televisi menggunakan lagu J-pop sebagai penutup acara.

Laju pertumbuhan J-Pop luar biasa tingginya. Dalam anime dan acara televisi lainnya, terutama drama, lagu J-pop yang digunakan sebagai soundtrack cenderung berubah setiap musim (season) sampai empat kali dalam setahun. Bila dihitung lagu pembuka (OP) dan penutup (ED) dan acara berlangsung selama satu tahun, maka paling tidak memiliki delapan lagu sebagai bagian dari acara tersebut.

Di Indonesia, demam J-Pop dimulai saat lagu Ko Ko Ro No Tomo meledak di tahun 80-an. Agak unik sebenarnya, ketika lagu-lagu pop cengeng begitu merajalela, Mayumi Itsuwa, tiba-tiba masuk dan memberikan sebuah perbedaan. Ketika itu, semua penggemar musik pop tiba-tiba bisa berbahasa Jepang.

Berawal dari J-pop yang dipengaruhi musik luar, dan hasilnya pun menggebrak dengan ekspansi sampai ke luar Jepang. Artis-artis J-Pop mulai melakukan pertunjukan ke luar Jepang dimulai dari seputar negara-negara di Asia, kemudian meluas ke Australia, Amerika, bahkan Eropa. Bahkan J-pop mulai dijadikan inspirasi musik di beberapa negara seperti Indonesia dengan grup-grup yang terinspirasi oleh artis Jepang paling pasaran di Indonesia, L`arc en Ciel. Kemudian menyusul gaya fashion mereka yang ditiru.


J-ROCK PUN MENGGEBRAK
Tak Cuma genre pop, J-Rock pun menjadi salah satu wabah di negara-negara Asia. Gaya rock ala Jepang banyak ditiru dan mejadi trend bermusik di banyak negara termasuk Indonesia.
Akar lahirnya J-Rock pun sebenarnya tak berbeda dengan J-Pop. Sejarah J-Rock dimulai tahun 1957 dengan dikenalnya musik rock di Jepang bersamaan dengan puncak kepopuleran rockabilly yang merupakan salah satu gaya rock 'n' roll.

Rockabilly yang dimulai di berbagai kelab jazz melahirkan penyanyi rockabilly seperti Mickey Curtis, Masaaki Hirao, dan Keijirō Yamashita. Pada bulan Februari 1958, ketiganya tampil dalam konser Westan Kānibaru I (Western Carnival I) di gedung pertunjukan bernama Nihon Gekijō, Tokyo.

Di akhir dekade 1950-an, kepopuleran rockabilly yang mulai surut digantikan era Kabā Popsu (cover pops) yang terdiri dari berbagai jenis musik. Di antara tokoh cover pops terdapat musisi seperti Yūya Uchida dan Isao Bitō yang berakar pada genre rockabilly. Selain itu, cover pops dengan gaya Liverpool Sound lahir mengikuti kepopuleran grup-grup musik seperti The Beatles di sekitar tahun 1963.

Gitar elektrik produk dalam negeri yang bisa dibeli dengan harga murah membantu terciptanya demam Ereki (musik rock dengan gitar elektrik). Istilah "Ereki" merupakan singkatan dari kata erekigitā (gitar listrik). Penggemar musik rock di Jepang banyak yang berganti identitas dari pendengar setia menjadi musisi rock.

Musik rock di Jepang makin menggila ketika band rock n’ roll asal Inggris, The Beatles. Tahun 1965, ada band lokal bernama Tokyo Beatles merilis piringan hitam berisi lagu-lagu The Beatles dengan lirik bahasa Jepang. Selain itu, Tokyo Beatles juga mengeluarkan PH berisi lagu-lagu yang pernah dibawakan grup musik Inggris yang memainkan Liverpool Sound.

Ketika the Beatles benar-benar menggelar konsernya di Jepang, membuat grup-grup musik Ereki berganti warna musik agar ikut bisa bergaya British Invasion. Di antara perintis British Invasion di Jepang terdapat grup musik seperti Jackey Yoshikawa and his Blue Comets dan The Spiders.

Sejak akhir dekade 1970-an, grup musik dari label rekaman Indies terus populer, sehingga terjadi "Band Boom" di Jepang pada paruh kedua dekade 1980-an. Pada masa itu terdapat banyak sekali grup-grup musik yang populer. Princess Princess, Unicorn, Jun Sky Walker(s), Bakufu-Slump, dan Pink Sapphire adalah nama-nama grup musik pencetak banyak sekali lagu hit di pertengahan tahun 1980-an. Di jalur heavy metal, Seikima II merupakan band yang paling populer dan sering tampil di televisi.

Di awal tahun 2000-an mulai terdapat gaya Seishun Punk yang dimulai oleh Stance punks, Gagaga SP, dan Going Steady. Saat itu populer grup musik seperti Bump of Chicken, Asian Kung-Fu Generation, dan Acidman yang tergolong genre Shimokita Kei.

Sejak pertengahan tahun 2000-an terdapat banyak sekali grup bergenre Melodic Hardcore dan Emocore seperti Ellegarden dan Asian Kung-Fu Generation. Musisi yang berjasa di masa kejayaan Melodic Hardcore tahun 1990-an juga ikut bangkit kembali, misalnya: mantan anggota Hi-Standar yang bernama Ken Yokoyama berkarier solo, Ultra Brain, dan Snail Ramp.

Di Indonesia, perkembangan J-Rock juga cukup popular. Berterimakasihlah kepada anime Jepang. Soundtrack anime banyak dinyanyikan musisi papan atasJepang. Sebut saja, L’ arc en ciel (dikenal juga sebagai Laruku), yang menyanyikan soundtrack serial Samurai X. Ada T.M. Network yang mengisi soundtrack-nya City Hunter dan Gundam. Selain itu, ada juga Mitsuko Horie, penyanyi solo yang menunjukkan kemampuan vokalnya lewatsoundtrack serial Saint Seiya dan Candy-Candy. Musik inilah yang kemudian disebut sebagai Japanese Rock (J-Rock). Tapi jangan salah, musik J-Rock tak hanya sebatas soundtrack anime saja. Semua musik bergenre rock yang dimainkan band atau penyanyi asal Jepang yang bisa dikategorikan J-Rock.

Yang terkenal tentu saja band yang menamakan dirinya J-Rock. Awalnya mereka adalah copy-cat fashion dan musikalitas Japannesse Rock. Meksi ini sudha menyelip dan melebur masuk dalam industri pop. Malah J-Rock baru saja mendapat kesempatan untuk merekam beberapa lagunya di Abbey Road, tempat rekeman legendaries di Inggris. Tempat yang sudah melahirkan beberapa band besar, termasuk The Beatles.

Lantaran gandrung dengan lagu soundtrack, banyak yang tertarik mendirikan band khusus memainkan musik ini. Lagu-lagu yang dimainkan tak jauh-jauh dari lagu tema anime. Wasabi dan Japanese Heroes adalah pelopor band J-Rock di sini. Kehadiran Wasabi dan Japanese Heroes memicu munculnya band-band pengusung J-Rock baru seperti J-Rocks, Jetto, dan Leto di Jakarta atau Sound Wave dan Lucifer di Bandung. Serunya, band J-Rock generasi baru ini memainkan tak hanya soundtrack saja. Tapi jugasingel-singel band J-Rock lain seperti X-Japan, Luna Sea, Dir and Grey serta Asian Kung Fu Generation.

Kemudian ada nama Amakuza, band heavy-metal dari Jakarta yang lahir karena sebagian besar personilnya sempat kuliah di Sastra Jepang. Mereka memilih bermain metal asli Jepang, dengan ornament musik klask Jepang. Malah Amakuza dan beberapa band metal pengusung Japannesse Metal, sempat merilis kompilasi indie, beberapa tahun silam di Jakarta.


(Dirangkum dari berbagai macam Sumber)

Tidak ada komentar: