Jumat, 28 November 2008

LET'S BE THE GREEN.......! Hanya retorika?

Sebelumnya aku ucapkan Met Ultah dulu kepada SDIS-ku yang tahun ini telah menginjak usia yang ke-12. Ya, meskipun terlambat nggak apa-apa kan? Ini pun masih lebih baik daripada tidak sama sekali. Semoga SDIS semakin maju, semakin dicintai masyarakat, dan yang lebih penting adalah benar-benar bisa mengantarkan anak didiknya menjadi insan yang berwawasan dan mempunyai komitmen keagamaan, komitmen kebangsaan, dan kecendekiaan. Sekali lagi I'm proud be part of SDIS....
Usia 12 tahun adalah sebuah usia yang jika diibaratkan anak kecil sudah menginjak kelas 6 SD , usia yang secara psikologi perkembangan anak menurut Dr. Maria Montessori, bahwa pada usia 12;0 – 18;0 adalah masa penemuan diri serta kepuasan terhadap masalah-masalah sosial. Ini memberikan kesan bahwa dengan usia seperti itu, patut kiranya lembaga ini memiliki sebuah ciri khas atau dengan kata lain suatu icon yang akan selalu menjadi diingat serta bisa memancarkan image tersendiri (positif tentunya) di kalangan masyarakat. Masa pencarian diri sebagai salah satu institusi pendidikan yang "baik" harus sudah dikurangi intensitasnya. Yang harus dilakukan sekarang adalah bagaimana mengembangkan apa yang sudah dimiliki dan dipunyai SDIS untuk dijadikan sebuah keunggulan. Mulai bagaimana manajemen yang tertata, disiplin sudah jadi "habit" bagi seluruh warga sekolah mulai dari level pimpinan sampai siswa, hubungan inter personal warga di dalamnya sudah benar-benar positif dan sehat. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah kepekaan terhadap masalah-masalah sosial sudah menjadi bagian dari jiwa dan kebiasaan lembaga ini. Dan dengan demikian "baju" sebagai anak yang berusia 12 tahun betul-betul dikenakan dan melekat pada SDIS.
Selaras dengan kepedulian sosial dan lingkungan tersebut, tema yang diusung oleh SDIS pada usia 12 tahunnya adalah Let's be the green. Itu adalah salah satu usaha dari SDIS untuk ikut dan peduli dengan lingkungan dengan cara membuat sekolah yang dulunya terlihat gersang menjadi "hijau" kedepannya. Itu dibuktikan dengan ditanamnya beberapa bibit pohon dan tanaman yang nantinya bisa membuat wajah SDIS menjadi berubah. Oke kita setuju dengan hal itu, tapi ada yang lebih penting lagi untuk dilakukan, dan tidak hanya sekedar retorika belaka. Karena bagaimanapun mendidik dan mencetak serta membiasakan anak untuk mau dan peduli dengan lingkungannya adalah yang terpenting. Semua komponen dalam sekolah harus mau ikut memikirkan ini.
Cara yang bisa dilakukan:
  • Punya satu bahasa yang sama apabila menemukan siswa yang tidak peduli dan cuek dengan kebersihan.
  • Tidak malu dan jijik untuk memungut sampah yang berserakan dan tidak pada tempat yang seharusnya, sekalipun itu pucuk pimpinan, kalau memang melihat sampah.....PUNGUT!
  • Tidak membiarkan anak membuang sampah di sembarang tempat
  • Memberikan pengertian kepada anak didik bahwa kebersihan sekolah bukan hanya tugas staf kebersihan.
  • Memberi contoh dan teladan bagi siswa terutama di kelas bagaiman menata ruangan dan membuat ruang kelas menjadi lebih asri, indah dan nyaman.
  • Beri informasi yang lengkap bagaimana memperlakukan sampah pribadi dengan benar, bisa dengan ganbar didinding, tulisan, serta pelatihan-pelatihan kecil.
  • Dan yang tidak kalah pentingnya, sekolah harus mau menyediakan sarana dan tempat untuk memperlakukan sampah dengan benar, dengan cara menyediakan tempat sampah kering dan basah di setiap rempat berkumpul anak.

Disamping beberapa usaha diatas ada satu lagi yang memang selalu menjadi pemikiran selama ini. Yaitu, tentang sampah pada saat hari sabtu. Di SDIS, setiap Hari Sabtu, anak-anak tidak mendapat makan siang, tetapi mendapat ganti berupa kue dan minum yang dimasukkan ke dalam kotak kue yang terbuat dari kertas/kardus. Memang kalau di lihat tidak ada yang salah dari hal itu. Hanya saja dengan adanya kardus kue serta gelas plastik kemasan air mineral, membuat suasana pada saat pulang sekolah pada akhirnya menjadi satu pemandangan yang "menakjubkan" bagi siapa yang melihat. Di tiap kelas berserakan kardus kue beserta gelas plastik sisa minum, yang tumpah keluar dari tempat sampah mini yang memang tidak muat untuk menampung sampah siswa tadi. Belum lagi yang tampak di lorong-lorong/koridor sekolah, atau bahkan di teras dan halaman parkir, terlihat berserakan benda-benda yang tersebut tadi. Iseng-iseng saya mencoba menghitung jumlah sampah yang dihasilkan setiap Hari Sabtu di SDIS. Dan hasilnya sungguh mengagumkan! Berikut itung-itungannya.

  • Setiap Sabtu sekolah menyediakan 850 kotak kue (750 untuk siswa dan 100 untuk karyawan dan guru). Jika dalam setiap kotak pasti ada 1 gelas air mineral+ 1plastik pembungkus kue berarti 850 x 3 (1 kotak kardus + 1 plastik mineral + 1 plastik bungkus kue) =2550
  • Jika satu bulan ada 4 sabtu, maka 2550 X 4 = 10.200 sampah
  • Jika Bulan efektif sekolah setahun ada 10 bulan maka, 10.200 x 10 = 102.000 sampah.
  • Berarti selama setahun SDIS menyumbang 102.000 sampah. Wowwwww!

Berkaca dari hal itu, maka selaras dengan tema lets be the green tadi, seharusnyalah semua komponen sekolah bisa memikirkan itu, yaitu dengan cara mengganti cara penyajian kue setiap hari sabtu. Mungkin bisa dengan cara disajikan di atas nampan setiap kelas dan dimakan bersama di kelas sebelum pulang, dan jika ada yang ingin di bawah pulang baik karyawan atau siswa bisa membawa tempat sendiri dari rumah, sehingga bisa mengurangi beban bumi kota ini akan sampah. Dan Let's be the green bukan hanya sekedar slogan, tema serta retorika saja. Akhirnya JAYALAH SELALU SDIS, BERIKAN YANG TERBAIK BAGI BANGSA DAN TANAH AIR.